Selasa, 03 Februari 2009

Ketua DPRD Sumut Meninggal Gubernur & Kapolda Sumut Minta Masyarakat Sumut Tenang

. Selasa, 03 Februari 2009





Medan - Demo anarkis yang berbuntut meninggalnya Ketua DPRD Sumut Abdul Aziz Angkat dinilai sebagai peristiwa yang memprihatinkan. Dan hal itu dilihat sebagai ekses dari demokrasi yang kebablasan.

"Padahal tidak ada hal yang luar biasa terjadi ketika mereka berhadapan dengan DPRD, tidak juga dari sikap Almarhum. Respons Alma
rhum bahwa sidang paripurna tidak bisa segera dilakukan sebagaimana tuntutan demonstran adalah respons standar dan semestinya dapat dipahami demonstran. Mengapa harus ada reaksi yang berlebihan?" ujar Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik di Medan, Selasa (3/2/2009).

Taufan yang juga Ketua Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) menyatakan, hal lain yang perlu dicermati, mengapa pengamanan juga tak bisa mengendalikan suasana sehingga harus jatuh korban.

Prosedur pengamanan demonstrasi juga perlu dikaji ulang. Karena, bagaimana mungkin bisa terjadi bila seorang pejabat negara bisa sampai dikeroyok massa di kantor lembaga negara, sementara kota Medan maupun Sumatera Utara tidak sedang dalam keadaan konflik.

"Ini harus dicarikan jawabannya sehingga persoalan bisa menjadi lebih jelas. Tetapi yang pasti, tindakan hukum yang tegas harus dilakukan kepada pihak yang melakukan kekerasan termasuk kepada penanggung jawab aksi. Sumatera Utara selama ini sangat kondusif, sehingga kalau kejadian ini tidak diatasi dengan hukum yang tegas, maka sangat mungkin akan terulang lagi di kemudian hari. Bahkan bisa memancing reaksi yang lebih meluas," urainya.

Bagaimanapun, lanjut Taufan, demokrasi itu hanya bisa dijalankan di dalam sistem hukum yang jelas. Orang boleh menyampaikan pendapat, demonstrasi, boleh juga setuju
atau tidak setuju akan sesuatu ide. Tapi hukum harus bertindak menjaga bahwa tidak ada kekerasan di dalam praktek berdemokrasi, siapa pun pelakunya.

Di luar itu, akal sehatlah yang mesti dikedepankan, bukan main paksa dan anarkis. "Jadi, demokrasi membutuhkan hukum yang tegas dan akal sehat sebagai kendalinya. Di dalam demokrasi orang tidak bisa sesukanya, memaksakan kehendak dan mengabaikan keselamatan manusia lain. Itu lah pembeda antara demokrasi dan anarki," jelasnya.

Salah Satu Pimpinan Aksi Anarkis Mantan Anggota DPRD Sumut


Untuk mengusut penyebab tewasnya Ketua DPRD Abdul Aziz Angkat dalam demo yang berakhir anarkis, polisi telah mengamankan enam orang demonstran. Salah satunya adalah mantan anggota DPRD yang dinilai ikut bertanggung jawab dalam aksi anarkis tersebut.

"Untuk sementara, yang kita mintai pertanggungjawaban dari demo yang berujung anarkis ini adalah para pimpinan aksi, termasuk salah satunya anggota DPRD Candra Panggabean," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (3/2) malam. Ia mengatakan, jumlah saksi masih akan terus berkembang.

Meskipun belum ada bukti adanya penganiayaan yang menyebabkan Ketua DPRD Sumut meninggal, polisi sudah memastikan bakal ada beberapa saksi yang akan ditetapkan sebagai tersangka. Penanggung jawab aksi bakal ditetapkan sebagai tersangka karena mereka dinilai telah menyalahi izin ujuk rasa.

"Mereka bakal dijerat dengan pasal 17O KUHP tentang tindakan anarkis. Mereka telah melanggar. Izinnya unjuk rasa damai, tapi kenyataannya anarkis," tandas Abubakar.
Menurut Abubakar, pasal yang akan dijeratkan tersebut kemungkinan masih akan berkembang ke pelanggaran tindak pidana lainnya, apalagi bila nanti dari hasil penyidikan memang ditemukan saksi-saksi dan bukti adanya tindak kekerasan yang menyebabkan Abdul Aziz Angkat meninggal.

"Kalau memang nanti ditemukan ada bukti yang melakukan pemukulan atau penganiayaan yang menyebakan Ketua DPRD meninggal, tentu akan berkembang. Yang jadi tersangka bukan hanya penanggung jawabnya, tapi para demonstran yang melakukan pemukulan dan penganiayaan," tegas Abubakar.

Meski demikian, kesimpulan sementara penyebab kematian Aziz Angkat adalah serangan jantung karena hasil visum RS Pirngadi Medan tidak menemukan tanda-tanda penganiayaan. Meski demikian, polisi tetap melakukan otopsi menyeluruh untuk menemukan penyebab sebenarnya.

"Kesimpulan sementara ini baru dari visum. Kami masih akan melakukan otopsi. Visum kan hanya di luarnya saja. Kalau otopsi secara meyeluruh. Dilakukan operasi pembedahan terhadap jenazahnya," kata Abubakar.








2 komentar:

Anonim mengatakan...

wahhh politik...
ngeri dahhh..
heheh
lam kenal om.

@firmansm mengatakan...

agus .. agus ...
dasar orang yang melampaui batas

salam kenal
http://firman.web.id

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar